Permasalahan dalam pemasaran produk pertanian pada umumnya adalah
mutu produk yang belum standar, ketepatan pengiriman dan kontinyuitas produksi.
Masalah mendasar ini harus diatasi dengan manajemen hulu – hilir sesuai dengan
peran masing-masing dalam setiap simpul perdagangan dengan memaksimalkan peran
asosiasi yang difasilitasi pemerintah”. Begitu salah satu petikan
wawancara dengan Ir. Achmad
Fachrodji, MM, Direktur Pemasaran & Industri
Perum Perhutani.
Berikut petikan wawancara selengkapnya.
1.
Menurut Bapak, bagaimana prospek dan tantangan sektor pertanian kita
saat ini dilihat dari sisi produksi dan pemasaran ?
Jika dilihat dari sisi produksi, komoditas beras dan jagung di
Indonesia sudah mampu swasembada, namun tidak dipungkiri beberapa komoditas
pertanian kita seperti kedelai, gula dan gandum masih melakukan impor. Dengan
memperhatikan potensi sumberdaya alam yang dimiliki dan ketersediaan tenaga
kerja, teknologi dan modal, Indonesia memiliki prospek untuk swasembada pada
produk-produk yang selama ini masih impor dan sekaligus menjadi produsen
produk-produk pertanian yang handal dan bersaing di pasar regional dan
internasional. Maka dari itu, potensi sumberdaya tersebut dapat dijadikan prospek
yang cerah dan tentunya harus dapat dioptimalkan pada sektor pertanian kita.
Tantangan yang masih dirasakan sampai saat ini dan perlu segera
dicari solusinya adalah masih tingginya biaya produksi, terutama akibat sarana
produksi yang masih mahal (pupuk, benih unggul, obat-obatan) dan infrastruktur
yang belum menunjang (saluran air dan jaringan jalan yang rusak atau
bahkan tidak ada jalan, sehingga
mengakibatkan biaya transpotasi menjadi mahal). Berbagai pihak yang terkait
dengan sarana produksi pertanian (saprotan) harus menjalin sinergi dalam
membuat kebijakan strategis dan implementasinya di lapangan.
2.
Khususnya ditinjau dari aspek pemasaran, produk-produk pertanian
dihadapkan pada berbagai permasalahan, antara lain karateristik hasil
pertanian, jumlah produsen, karateristik konsumen, perbedaan tempat, dan
efisiensi pemasaran. Komentar Bapak terkait hal tersebut ?
Kita harus bisa memanfaatkan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif
yang dimiliki Indonesia. Kondisi
lahan yang subur dan berada di khatulistiwa,
memungkinkan beberapa komoditas pertanian hanya bisa diproduksi di Indonesia.
Sejak lama produk kopi, cengkeh dan rempah-rempah Indonesia sangat digemari
orang Eropa, ini merupakan salah satu keunggulan kompetitif yang harus digarap
serius. Kecukupan ketersediaan tenaga
kerja, ketersediaan lahan yang cukup luas untuk ditanami produk pertanian yang
intensif, tersedianya teknologi, memungkinkan untuk menurunkan biaya produksi
komoditas, sehingga produk Indonesia mampu bersaing dengan produk sejenis
negara lain, ini merupakan keunggulan komparatif yang perlu digarap serius.
Permasalahan dalam pemasaran produk pertanian pada umumnya adalah
mutu produk yang belum standar, ketepatan pengiriman dan kontinyuitas produksi.
Masalah mendasar ini harus diatasi dengan manajemen hulu – hilir sesuai dengan
peran masing-masing dalam setiap simpul perdagangan dengan memaksimalkan peran asosiasi
yang difasilitasi pemerintah.
3.
Dalam era reformasi, banyak perubahan dalam manajemen pemerintahan
dan pembangunan. Di antaranya paradigma pembangunan yang bersifat
sentralistik mengalami koreksi dengan munculnya lingkungan strategi baru berupa
pendekatan pembangunan yang bersifat desentralistik yakni otonomi daerah. Apa
saja konsekuensi dari otonomi daerah ini dalam kaitannya dengan pemasaran
produk-produk pertanian ke depan ?
Setiap daerah sesuai dengan karateristik
wilayahnya didorong untuk memiliki produk pertanian unggulan dan menjadi sentra produksi dan pemasaran.Singkronisasi
kebijakan pusat dan daerah perlu segera laksanakan, sekaligus peraturan daerah
yang berpotensi menghambat investasi dari luar daerah atau investor besar harus
dihilangkan.
Mengingat produk pertanian memiliki karakteristik
yang produktivitasnya sangat tergantung dengan alam dan sifatnya cepat turun
mutu, maka pemanfaatan teknologi
komunikasi dan transportasi yang memadai sangat membantu untuk mempercepat
distribusi barang dari hulu ke hilir, sehingga diperoleh harga yang baik.
4.
Apakah sejauh ini koordinasi antar BUMN
dengan departemen-departemen di bidang pertanian sudah berjalan baik dan saling
terkait ?
Upaya singkronisasi kebijakan dan program dengan
konsep pembangunan pendekatan cluster, sedang dilaksanakan. Contoh :
Untuk mengurangi impor gula, khususnya untuk kebutuhan industri, maka di sektor
penyediaan bahan baku gula yang berupa tebu, PT. Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), bekerja
sama dengan Perum Perhutani dalam kegiatan penanaman tebu di dalam kawasan
hutan Perhutani dengan sistem tumpangsari atau sistem jelur (manajemen rejim). Ada contoh singkronisasi program yang didukung
oleh BUMN, dengan sebutan Program ”BUMN HIJAU” yang kegiatan utamanya
memperbaiki daya dukung wilayah dengan pendekatan reboisasi luar kawasan hutan.
Kegiatan ini selain Perum
Perhutani didukung oleh PT. Jasa Tirta, PLN,
Jasa Maga, PTPN I-XII dan RNI.
5.
Berdasarkan sudut pandang Bapak, seperti
apa penempatan sektor pertanian dalam paradigma pembangunan mendatang ?
Sektor Pertanian memiliki peran strategis dalam
pembanunan nasional dan harus mendapat dukungan politik dan departemen teknis
lain yang terkait. Ketahanan pangan dan energi berbasis tumbuhan (bio fuel) serta kebutuhan kualitas
lingkungan hidup yang baik, merupakan isu strategis yang perlu penanganan multipihak.
6.
Langkah-langkah apa yang harus dilakukan
pemerintah untuk meningkatkan daya saing pertanian yang berorientasi pada
petani ?
Adapun langkah-langkah untuk meningkatkan bargaining position petani, antara lain,
pertama, riset dan teknologi harus didorong untuk
mendapatkan teknologi yang tepat dan murah dan mudah diimplementasikan di
lapangan; kedua, pemberian modal
kepada petani, dengan paket-paket khusus; ketiga,
peran Bulog dimaksimalkan, terutama untuk mampu membeli bila petani panen raya
yang biasanya harga produk pertanian turun; keempat,
pemberian subsidi untuk
sarana produksi pertanian, seperti benih dan pupuk; kelima, pencetakan lahan baru untuk kegiatan
pertanian; keenam, Tata Ruang Wilayah, harus segera dibuat dan dilaksanakan dengan disiplin.
Karena ada kecenderungan berkurangnya lahan pertanian produktif yang beralih
fungsi menjadi perumahan, atau bangunan lain dan ketujuh, peningkatan pengetahuan
petani, baik tenik budidaya dan pemasaran melalui penyuluh yang handal.
No comments:
Post a Comment